Rakyat Merdeka - Kota yang maju bukanlah kota yang warga miskinnya menggunakan mobil. Melainkan kota, yang sukses membuat orang kaya menggunakan transportasi umum. Begitu kata Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia MTI Pusat Djoko Setijowarno, mengutip Wali Kota Bogota 1998-2000. Warga Medan, Sumatera Utara naik Trans Metro Deli. Foto Istimewa Djoko menilai, saat ini, DKI Jakarta merupakan daerah yang paling representatif untuk menjadi contoh bagi kota-kota lain di Tanah Air. "Karena BRT Trans Jakarta kini telah terhubung angkutan feeder Jaklingko, sebagai angkutan pengumpan. Selain itu, BRT Transjakarta juga didukung moda lain seperti KCI, MRT, LRT, Kereta Cepat yang terkoneksi atau terintegrasi," kata Djoko dalam keterangan yang diterima Minggu 11/6. Baca juga Transisi Akhiri Kedaruratan Covid, Pemerintah Tetap Gencarkan VaksinasiData PT Trans Jakarta per Mei 2023 menyebutkan, Trans Jakarta memiliki 394,4 km panjang koridor dan km non koridor. Dilayani oleh 19 operator dengan armada, terdiri 167 articulated bus, 934 single bus, 293 maxi bus, 289 low entry bus, 107 medium bus, micro bus, 28 double decker bus, 30 low entry bus EV, 100 royal trans, dan 26 Transjakarta cares. Terdapat 232 rute dengan 13 rute utama busway dan 8 tipe layanan. Cakupan populasi terlayani Transjakarta, meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2004, cakupan populasi terlayani hanya 1,8 persen. Tahun 2006 2,1 persen, tahun 2007 12,8 persen, tahun 2009 16 persen, tahun 2010 21,0 persen, tahun 2011 21,5 persen, tahun 2013 23,2 persen, tahun 2014 23,6 persen, dan tahun 2015 24,2 persen. Baca juga Evaluasi Transportasi Lebaran 2023 Lancar, Memenuhi Harapan MasyarakatTahun 2016, angkanya bertambah menjadi 36,0 persen. Meningkat lagi pada tahun 2017 42,0 persen, tahun 2018 63,0 persen, tahun 2019 79,5 persen, tahun 2020 82,4 persen, tahun 2021 82,1 persen, dan tahun 2022 88,2 persen. Sementara data dari PT Surveyor Indonesia sebagai Manajemen Pengelola Program Pembelian Layanan Buy the Service/BTS di 10 kota menunjukkan, sejak 1 Januari 2022 hingga 18 Mei 2023, Transjakarta sudah mengangkut penumpang dengan tingkat isian load factor 48 persen. Tingkat isian pada triwulan I tahun 2023 untuk Trans Metro Deli Medan dilaporkan mencapai 39,08 persen, Trans Musi Jaya di Palembang 23,71 persen, Batik Solo Trans di Surakarta 35,38 persen, Trans Jogya di Jogjakarta 46,68 persen, dan Trans Metro Dewata di Denpasar 31,88 persen. Sementara Trans Metro Pasundan di Bandung mencatat angka 50,78 persen, Trans Banyumas di Purwokerto 63,71 persen, Trans Semanggi di Surabaya 39,19 persen, Trans Mamminasata di Makassar 34,75 persen dan Trans Banjarbakula di Banjarmasin 50,85 persen. Baca juga Mengurai Pemudik Menyeberang Dari Jawa Menuju SumateraAda penurunan jumlah penumpang, saat layanan itu tak lagi digratiskan. Alasannya, pengguna mengeluarkan ongkos transportasi lebih mahal, ketimbang menggunakan sepeda motor. Karena berpindah koridor, harus membayar lagi. Agar warga kembali menggunakan BTS, maka mulai 1 Juli 2023, akan diterapkan konsep sekali membayar. Meski berganti moda, tarif tidak bertambah selama 2 jam. Selain itu, juga ada tarif terintegrasi layanan untuk golongan khusus pelajar, lanjut usia/lansia dan disabilitas sebesar Rp 2 ribu "Bisa jadi, setelah penerapan tarif baru, akan terjadi penambahan warga menggunakan Bus BTS di 10 kota," kata Djoko. Selanjutnya Update berita dan artikel menarik lainnya di Google News Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Mempergemukbirokrasi pemerintah (pusat) Sudah 21 Tahun desentralisasi berjalan, namun kecenderungan untuk mempertahankan sentralisasi administrasi masih begitu kuat. Dengan selalu mengaitkan setiap kebijakan pemerintah daerah yang harus melalui approval dari pemerintah (pusat), secara tidak sadar menambah beban pekerjaan pemerintah (pusat
Covid-19 ilustrasi. JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengkritisi langkah pemerintah pusat yang dinilai belum serius dalam menangani penyebaran virus Covid 19. Ia menuturkan hal itu terlihat dari kebijakan pemerintah pusat yang kerap tumpang tindih dan berubah-ubah di lapangan sehingga memunculkan kebingungan di tingkat pemerintah daerah. "Banyak aturan dan kebijakan yang diambil pemerintah pusat tanpa ada sinkronisasi dengan pemerintah daerah," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya, Kamis 14/5. Ia menilai koordinasi dan komunikasi antarkementrian di pemerintah pusat terkesan berjalan sendiri-sendiri. Bahkan, langkah yang diambil pemerintah pusat untuk menangani penyebaran virus Corona dinilai kontradiktif dengan kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah daerah maupun antarlembaga di pemerintah pusat itu sendiri. "Saat pemerintah daerah tengah serius mengatasi wabah virus ini dengan penerapan PSBB, pemerintah pusat malah merencanakan relaksasi PSBB itu sendiri. Mudik dilarang tetapi Menhub mengizinkan kembali transportasi umum beroperasi ke berbagai daerah di Indonesia," ujarnya. Tidak hanya itu, kebijakan lain yang dinilai kontradiktif dengan upaya pemerintah daerah dalam memutus rantai Covid yaitu adanya keputusan pemerintah yang mempersilakan masyarakat berusia 45 tahun ke bawah untuk beraktivitas kembali di tengah pandemi Covid-19. Politikus PAN tersebut menganggap aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat tersebut lebih mengarah kepada alasan penyelamatan ekonomi. "Ini sebagai bukti pemerintah kurang mengutamakan keselamatan jiwa masyarakatnya dan juga ini menandakan pemerintah belum mempunyai road map yang jelas dalam menurunkan angka penyebaran Covid-19," turunkan. Sementara itu, Guspardi juga menyoroti masih tingginya penyebaran Covid. Ia berharap pemerintah lebih serius dalam menangani Covid-19. "Butuh keseriusan dan kebersamaan serta harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melawan dan memutus mata rantai penyebaran virus covid -19," ungkapnya.
Apalagipada Pasal 170, yang merupakan pasal “sapu jagat” saat disebutkan bahwa “Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang
– Konsekuensi utama dari otonomi daerah di Indonesia adalah pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian urusan pemerintahan akan memunculkan perimbangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Urusan pemerintahan absolut Dibuat dan dijalankan pemerintah pusat Urusan pemerintahan konkruen Dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Urusan pemerintahan umum Dibuat pemerintah pusat dan dijalankan pemerintah daerah Berikut rinciannya Urusan pemerintahan absolut Urusan pemerintahan absolut adalah urusan yang sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah pusat. Untuk urusan pemerintah absolut seperti dalam Pasal 9 terbagi meliputi Politik luar negeri Pertahanan Keamanan Yustisi Moneter dan fiskal nasional Agama Baca juga Hubungan Fungsional Pemerintah Pusat dan DaerahUrusan pemerintahan konkuren Dalam buku Government Public Relations Perkembangan dan Praktik di Indonesia 2018 karya Suprawoto, urusan pemerintahan konkruen adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan derah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkruen yang menjadi wewenang daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib sendiri terdiri atas urusan pemerintahan yang berhubungan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berhubungan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan yang berhubungan dengan pelayanan dasar meliputi pendidikan kesehatan pekerjaan umum dan penataan ruang perumahaan rakyat dan kawasan pemukiman ketenteraman ketertiban umum perlindungan masyarakat sosial Sedangkan urusan pemerintahan yang tidak berhubungan dengan pelayanan dasar meliputi tenaga kerja pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pangan pertanahan lingkungan hidup administrasi kependudukan dan pencatatan sipil pemberdayaan masyarakat dan desa pengendalian penduduk dan keluarga berencana perhubungan komunikasi dan informatika koperasi usaha kecil dan menengah penanaman modal kepemudaan dan olah raga statistik persandian kebudayaan perpustakaan kearsipan. Baca juga Pengelolaan Kekuasaan Negara di Tingkat Pusat
Ilustrasikampanye dilaksanakan di kampus. (Freepik/@rawpixel.com) Dalam menanggapi hal ini salah satu Dosen UIN Jakarta, Ali Irfani mendukung upaya kampanye Pemilu 2024 yang dapat berlangsung di kampus atau perguruan tinggi karena akan mendorong kampanye politik yang berbasis gagasan dan program agar terbentuk politik nasional yang lebih
- Dalam bahasa Indonesia, pemerintah disebut juga sebagai penyelenggara negara. Secara umu, pemerintah diartikan sebagai kelompok orang yang memiliki wewenang untuk memerintah negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah yaitu badan tertinggi yang memerintah suatu negara. Diartikan juga sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dilansir dari buku Ilmu Negara 2019 oleh Max Boli Sabon, terdapat tiga pengertian pemerintah, yakni Pemerintah dalam arti luas meliputi badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, termasuk semua badan yang menyelenggarakan kesejahteraan umum. Pemerintah dalam arti Kepala Eksekutif Presiden atau Perdana Menteri bersama-sama dengan menteri-menterinya sebagai organ eksekutif, yang disebut Dewan Menteri atau Kabinet. Pemerintah dalam arti gabungan badan kenegaraan tertinggi atau satu badan kenegaraan tertinggi yang memerintah di wilayah suatu negara. Contoh Presiden, Raja, atau Sultan. Baca juga Daftar Lembaga Pemerintah Non-Kementerian Keberadaan pemerintah pusat dan daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Pemerintah pusat Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD dari buku Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai Pemerintah Daerah 1983 oleh M. SOlly Lubis, dijelaskan dalam negara kesatuan, yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi ialah pemerintahan pusat. Segenap urusan negara dipegang pemerintah pusat tanpa adanya delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Baca juga Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Atashal tersebut, pada tahun 2010 telah dilakukan pembicaraan antara pihak EDOTEL dan pemerintah Daerah, dimana kedua belah pihak mencapai kesepakatan bahwa pemerintah daerah memberikan keringanan atau toleransi pengurusan perizinan dan Pihak Edotel diwajibkan mengelola hotel dengan menerapkan asas dwi fungsi pemanfaatan yakni: pemanfaatan
DiniAyu1 Kebijakan pemerintah yang belum sesuai dengan aspirasi rakyat,, agar dalam menetapkan kebijakan, pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih baik,, untuk mengeluarkan aspirasi rakyat. 59 votes Thanks 118
2 Melakukan pengawasan terhadap proses penyusunan perundang-undangan; 3. Melakukan berbagai upaya demokratis untuk mengkritisi perundang-undangan yang tidak adil dan tidak demokratis. Partisipasi semacam itu dapat memungkinkan perundang-undangan dapat yang dihasilkan memiliki keabsahan, sehingga tidak ada alasan bagi warga Negara untuk tidak
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Infeksi virus corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina. Virus ini menyebar dengan sangat cepat ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Corona virus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru pneumonia Pane, 2020. Gejala awal dari virus ini adalah demam, batuk, dan sesak napas. Namun ada pula kasus yang terjadi tanpa adanya gejala-gejala awal Cina yang menjadi awal mula munculnya virus ini memberlakukan kebijakan untk mengisolasi kota-kota yang dianggap daerah merah yang sudah sangat parah. Pada 23 Februari, Wuhan di-lockdown, kota-kota lain di luar Wuhan, bahkan Beijing dan Shanghai, menyusul sesudahnya Damarjati, 2020. Setelah menyebar ke berbagai negara, banyak pula negara yang mengambil kebijakan untuk lockdown bagi negaranya. Di antaranya adalah India, Italia, Polandia, Spanyol, dan lain-lain Detikcom, 2020. Namun, lain hal dengan kebijakan yang di ambil oleh Pemerintah Indonesia. Indonesia yang mengkonfirmasi kasus covid-19 pertamanya pada tanggal 2 Maret 2020 di umumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah Indonesia menolak untuk menerapkan dengan penyebarannya yang sangat cepat di Indonesia, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang dikategorikan merah karena banyaknya kasus covid-19 di ibukota Indonesia ini. Per tanggal 12 Mei 2020 pukul WIB, kasus postitif covid-19 di Jakarta dirawat sembuh isolasi mandiri dan meninggal 457. Dalam beberapa hari ini, trend penyebaran covid-19 di Jakarta dianggap menurun. Sebelumnya sudah ada beberapa kebijakan yang telah di ambil oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan. Namun dalam perjalanan kebijakannya ada beberapa hal yang dianggap kontroversial karena adanya miss komunikasi antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Pusat khususnya Kementrian Kesehatan. Setelah menyebarnya kasus covid-19 yang cukup mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo pun meneken Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Ihsanudin, 2020 dan menunjuk Achmad Yurianto menjadi jubir dalam kasus pandemic ini. Pada awal menyebarnya kasus covid-19 ini di beberapa daerah dan belum adanya kebijakan resmi dari Pemerintah Pusat pada saat itu menjadikan banyak daerah yang mengambil kebijakannya masing-masing. Ada daerah yang menyuarakan untuk social distancing, physical distancing, karantina wilayah, bahkan ingin melakukan lockdown di kotanya masing-masing. Dengan adanya ketidakseragaman di daerah ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakannya untuk kasus pandemic ini. Presiden Joko Widodo menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB dengan meneken Peraturan Pemerintah PP Nomor 21 tahun 2020 dan Keppres Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Ridhoi, 2020. Keluarnya keputusan presiden tersebut membuat kepastian dalam upaya penanganan pandemic di Indonesia. Dalam penerapan PSBB di daerah ini pun tidak sembarangan. Ada kriteria bagi daerah yang ingin menerapkan PSBB di daerahnya. DKI Jakarta yang menjadi daerah merah, resmi mendapatkan izin untuk melakukan PSBB di daerahnya melalui Kementrian Kesehatan pada tanggal 10 April 2020. Namun tidak semua daerah mendapatkan izin untuk melaksanakan PSBB. Ada daerah yang ditolak pengajuan izin PSBB. Per tanggal 20 April 2020 daerah yang ditolak diantaranya Provinsi Gorontalo, Kota Sorong Papua Barat, Kota Palangkaraya Kalimantan tengah, dan lainnya Kumparan, 2020. Daerah tersebut dianggak tidak memenuhi syarat untuk penerapan PSBB di daerahnya. Ada lagi beberapa kebijakan dari daerah yang dianggap bertentangan dengan pusat. Salah satu contohnya adalah di DKI Jakarta, yang sempat membatasi angkutan umum yang ada. Sehingga menimbulkan mengularnya antrian-antrian di halte yang malah meningkatkan resiko penyebaran covid-19. Namun kebijakan ini kemudian dibatalkan seiring adanya pemberian izin bagi kendaraan umum untuk beroperasi melalui Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman. Selanjutnya, tak lama pemerintah pusat pun melarang seluruh moda transportasi beroperasi seiring dengan munculnya juga larangan mudik lebaran 2020. Adanya tarik ulur kebijakan antara pusat dan daerah ini tentu mengakibatkan kebingungan sendiri dalam masyarakat mengenai peraturan mana yang harus mereka dalam penanganan pandemic ini Pemerintah Pusat mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berisi langkah-langkah untuk pemerintah jika terjadi pandemi. Dan dengan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus di Indonesia yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden menjadikan penanganan pandemic ini ada di bawah tangan presiden langsung melalui beberapa lembaga terkait. Sehingga dalam pengambilan kebijakan di daerah-daerah harus sesuai dengan kajian yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Sistem yang dibangun pun secara tidak langsung itu dari dari pusat ke daerah. Walaupun pada mulanya daerah yang memohon perizinan kebijakan tertentu, pada akhirnya pun semua kembali kepada pusat penulis, penanganan pandemic ini yang kasusnya sudah banyak tentu harus di dukung oleh keharmonisan antara pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan. Sehingga dalam masyarakat pun dapat cepat dalam menekan penyebaran covid-19 ini. Dengan adanya Keputusan Presiden yang sudah ada dan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan tentu ini harus menjadi sistem yang efektif dan efisien sehingga tidak akan terjadinya tarik ulur kebijakan seperti awal tahun lalu. Pemerintah daerah yang secara berkala melaporkan kondisi daerahnya kepada Pemerintah Pusat tentu akan menjadikan penanganan pandemic ini lebih efektif dibandingkan mengambil kebijakan sendiri tanpa persetujuan Pemerintah Pusat yang hanya akan memperparah kondisi daerahnya. Walaupun kepala daerah yang lebih tau daerahnya sendiri, tetap harus berkomunikasi dengan pusat karena apa pun kebijakan yang diambil oleh daerah pada saat ini tentunya akan mempengaruhi pula keadaan nasional negara Indonesia. DAFTAR PUSTAKADamarjati, D. 2020, Maret 19. Lockdown Diterapkan di Wuhan, WHO Akui Keberhasilan China Atasi Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from Detikcom, T. 2020, Maret 28. Daftar Negara yang Lockdown karena Corona. Retrieved Mei 12, 2020, from 1 2 Lihat Politik Selengkapnya
PenjelasanPasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 57 ayat (1) sepanjang anak kalimat “ yang bertanggung jawab kepada DPRD”; a. Pasal 66 ayat (3) huruf e “meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD”; b.
YOGYAKARTA, - Pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat memiliki peranan penting dalam mengaplikasikan kebijakan di lapangan. Termasuk, kebijakan dalam upaya menangani pandemi Covid-19 saat ini. Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar upaya penanganan Covid-19 tidak justru menciptakan situasi yang Fakultas Ilmu Sipil dan Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada UGM Wawan Mas'udi melihat, saat ini antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah semakin bersinergi dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. "Kalau belakangan yang saya lihat semakin ada sinergi yang semakin kuat antara pusat dan daerah, kalau dulu kan sempat ada kontestasi ketegangan soal data, soal macam-macam. Tetapi belakangan saya lihat sinergi antara pemerintah nasional dengan pemerintah daerah kabupaten/kota semakin kuat," ujar Dekan Fakultas Ilmu Sipil dan Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada UGM Wawan Mas'udi saat dihubungi Kamis 19/08/2021. Baca juga Cerita Bupati Muda Trenggalek Tangani Covid-19, Bikin Undian Hewan Ternak, Istri Ikut Blusukan Ingatkan Prokes Kampanye hingga edukasi Wawan Mas'udi menyampaikan bicara terkait sumber penanganan Covid-19, pemerintah daerah memang tidak bisa berbuat banyak. Sebab semuanya tersentral di pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakan dalam upaya menangani pandemi yang bersifat lebih lokal. "Bicara soal vaksin, soal bantuan sosial, soal obat-obatan kan daerah tidak bisa berbuat banyak karena kan ada sentralisasi di sistem logistik. Sementara yang bisa dilakukan di daerah ya kebijakan-kebijakan yang bersifat lebih lokal dan mikro aja untuk menahan pergerakan orang, memastikan beberapa program bisa dilaksanakan," ungkapnya. Misalnya, dalam menangani masyarakat yang masih abai dan tidak percaya akan Covid, pemerintah daerah bisa bergerak untuk melakukan edukasi ke masyarakat bahwa situasi pandemi Covid-19 saat ini nyata. Menurutnya kesadaran dan pastisipasi masyarakat sangat berperan dalam upaya menurunkan angka kasus positif. "Sanksi Saya kira tidak efisien, susah . Ya simbolik perlu lah dalam arti yang buka seenaknya disegel itu penting, itu perlu. Tapi yang lebih penting soal kesadaran dan partisipasi masyarakat, sanksi penting untuk menunjukan bahwa ini serius," ucapnya. Baca juga Cerita Bupati Muda Dico Ganinduto Perangi Covid-19 di Kendal, Ingatkan Warga Tak Taat hingga Manfaatkan Medsos Menurutnya tingkat kesadaran masyarakat saat ini jauh lebih meningkat dibandingkan sebelumnya. Seperti memakai masker sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat. "Sudah semakin terbiasa, kalau dulu kan enggak ya. Dulu kan ada ketakutan yang luar bisa, sekarang masih ada kekhawatiran tetapi nuansanya sudah beda, dan masyarakat sudah mulai aware lah, kalau mengalami sesuatu yang kelihatanya mengarah ke situ kan segera melakukan sesuatu untuk dirinya, termasuk untuk tindakan-tindakan preventif," ungkapnya. Meski tingkat kesadaran sudah meningkat, lanjutnya, pemerintah daerah tetap perlu untuk terus mengampanyekan protokol kesehatan. Sehingga masyarakat terus mendapatkan peringatan dan menjadi tidak lengah. "Menurut pendapat saya memang harus terus menerus dikampanyekan untuk kesadaran ini, jangan sampai lengah. Seolah-olah ini sudah turun, lengah nanti naik lagi," tegasnya. Baca juga Jurus Gibran Lawan Covid-19 di Solo, Naikkan Anggaran Darurat Persen hingga Rencana Potong Tunjangan PNS
REwKSoF. zuq8j7mxay.pages.dev/137zuq8j7mxay.pages.dev/31zuq8j7mxay.pages.dev/335zuq8j7mxay.pages.dev/312zuq8j7mxay.pages.dev/31zuq8j7mxay.pages.dev/128zuq8j7mxay.pages.dev/34zuq8j7mxay.pages.dev/254zuq8j7mxay.pages.dev/252
alasan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah